
Benci Itu Juga Secercah Warna Kehidupan
Harusnya tulisan ini aku up kemarin malam. Sayangnya, koneksi internet jahanam parah kemarin. Yang ada esmosi aku tuh dibuatnya, bikes cuy! Males banget nungguin dia muter-muter doang terus yang nampil tuh blank page coba. Jadilah, aku yang berkompromi baru bisa nerbitin pagi-pagi.
Berhubung idenya lagi ngalir kemarin, baiknya aku langsung eksekusi sebelum mood buat bahas ini lenyap. Judulnya pun aku tulis ngasal, mana yang langsung terbesit gitu aja. Iya, nggak asik banget ini judulnya. Maafkeun daku.
Ide ini muncul saat sesi ngobrol sambil ngopi kemarin sore bareng sohib seperjuangan. Aku sengaja menyempatkan diri bertemu dia setelah empat bulan lamanya tidak berjumpa. Oleh situasi begini, selama itu dia memilih balik ke kampungnya. Biasanya kami rutin punya agenda dwi mingguan kencan berduaan begitu. Hehe padahal cuma kencan di kedai kopi, nikmatnya itu omongan selalu mesra saat dibahas semeja dengan katalisator nyeruput kopi.
Dulu Benci Sekarang Suka
Eh, ini bukan mau bahas roman picisan benci bilang cinta. Kami tuh ngomongin hal yang dulu nggak disuka, taunya sekarang bisa demen banget. Kayak si kawan ini dulu anti banget sama namanya drakor, wih empat bulan mendekam di rumah malah buat dia ketagihan sekarang. Sebelumnya, tiap kali kami rumpiin drakor dia pasti melipir ke sudut untuk main game sendirian. Nah tadi, pas jumpa, tiba-tiba dia laporan dong judul-judul drama yang dia suka. Sampai udah hapal pula nama deretan para aktor tampan koriya.
Terus lagi, kami dulu anti banget sama warna kuning karena di mata kami itu kelihatan norak. Sekarang bisa gitu terhipnotis kalau lihat kecerahan dari warna kuning itu seperti sesuatu yang imut. Malahan sampai suka beli printilan berwarna norak itu.
Lucu sekali fenomena ini kalau dihayati. Ini pula lumrah terjadi pada seseorang sebagai objeknya. Rasa benci pada sesuatu atau seseorang yang timbul tanpa punya alasan yang jelas mungkin saja wajar. Ternyata rasa benci itu bisa memudar digerus waktu. Kita bisa begitu saja berhenti membenci dan ketika tidak tersisa lagi benci itu, kita malah balik menyukainya.
Bermula Dari Skema Berakhir Pada Prasangka
Pernahkah kita berprasangka? Jawabannya pasti sering. Setelah usut punya usut, sering kali aku memulai sebuah kebencian dari sebuah prasangka yang dibentuk oleh skema. Idih, apaan pula ini? Oke, aku uraikan sedikit. Skema ini adalah kerangka identifikasi tentang sesuatu yang kita bentuk dari pengalaman, kejadian atau stimulus lainnya. Misal, warna kuning ini sering disamakan dengan warna poop. Kalimat ini yang memicu aku memunculkan identifikasi keliru dari warna kuning.
Lalu, kelahiran skema ini mengundang prasangka untuk ikutan jadi tim hore. Kok bisa disebut tim hore? Iya, karena si prasangka ini akan membenarkan kekeliruan identifikasi tadi. Walaupun sesungguhnya prasangka punya arah padaΒ gambaran kebaikan, namun kita lebih banyak menggunakan ke konotasi negatifnya. Skema bisa terus bertahan dengan bantuan prasangka yang terus menggabarkan keburukan dari sesuatu. Prasangka ini tujuannya emang untuk merendahkan.
Keyakinan terhadap prasangka yang menuntun kita pada kebencian. Ingat kebencian itu baru sebuah perasaan belum berupa tindakan. Kalau lebih luas lagi bentuk tindakan nyata disekitar kita adalah diskriminasi. Ogah ah, tulisanku jadi kelebaran bila meracau sampai tindakan. Aku cukup bahas pakai perasaan aja koq. Diskriminasi bisa dibahas dilain kesempatan.
Mengendalikan Kebencian
Pertanyaannya, mungkinkah kita tidak berprasangka? Rasa-rasanya selama kita masih hidup sebagai wujud manusia menahan prasangka akan sangat sulit sekali. Terus gimana? Sebenarnya, mengikis prasangka bisa asal mau mencoba membuktikannya sendiri. Ah, ini rumit betul bila harus menyangkal sesuatu yang sudah kita yakini begitu lama.
Pakai cara yang lebih sederhana saja, yakni mengendalikan perasaan. Kebencian secara natural adalah bagian dari perasaan manusia. Kebencian yang tumbuh subur dan semakin dalam efeknya bisa sangat mengerikan. Kebencian tidak akan berkembang menjadi tindakan sepanjang kita tidak terus-menerus memupukinya. Untuk itu kita perlu belajar mengendalikannnya. Lambat laun tau-tau kita mungkin sudah berdamai dengan hal yang dibenci itu. Tanpa kita sadari kita siap menerima dan mulai mencintainya.

You May Also Like

Dia Berjanji Dia Mengingkari
August 4, 2020
Patience Is A Good Thing
September 19, 2020
12 Comments
Mila Journeys
Wah senangnya punya teman yang bisa meet up rutin kaya gitu + ngomongin drakor pula pasti bahagia banget yaa kak :). Btw masalah benci membenci sih aku udah berdamai dengan hal ini karena aku selalu ingat bahwa kita nggak boleh membenci sesuatu sampai tingkat bencii banget . Sebab, kita nggak tau kan di masa depan bakal gimana. Nanti, malah jidat ludah sendiri lagi jadi sukaaa bgt sama hal yang kita beci. Jadi membenci sewajarnya saja.
Navia Yu
Hi Mb Mila!
Barusan kena racun drakor sih dia ni gara virus corona sekarang π
Biasanya kalo kongkow jauh banget topik drakor yang diombrolin.
Aku juga jadi belajar ngatur kadar benci sih jadinya.
Hehehe bener kan nggak mau dikatai jilat ludah sendiri π
Astriatrianjani
Iya ya, saya dulu juga benci sama gorwngan sebangsa tahu isi dan ote-ote. Eh, sekarang kok malah sukaπ
Dulu juga benci sama salah satu penyanyi indonesia, benci tanpa alasan sih ini. Tapi bukan benci banget, cuman nggak terlalu suka kalau lihat di tv, eh sekarang suka sama lagu-lagunya. Jadi malu kalau ingetπ
Navia Yu
Hahaha kan bisa menyebabkan malu sendiri dulu pernah segitu gak sukanya sama sesuatu. Untunglah udah habis gak bersisa lagi bencinya sekarang ya mb π
Rieagustina
Setuju, mba! Kadang kita membenci sesuatu hanya berdasarkan prasangka yang kita bangun sendiri. Dari pikiran-pikiran yang kita asumsikan sendiri
Saya sering sih seperti ini, hanya berdasarkan prasangka jadi benci/nggak suka terhadap sesuatu. Tapi pernah juga ujung-ujungnya kualat, awalnya benci eeeh ujung-ujungnya jadi suka. Kemakan omongan sendiri. Wkwkw
Navia Yu
Gitulah mb, emang sulit kan tidak berasumsi pada sesuatu. Ckckck π Kita pasti udah menetapkan prasangka dluan sebagai definisi sesuatu mo gimanapun itu. π Sekarang ya mulai belajar memberikan prasangka baik saja deh kita. π
Pur
Mengendalikan prasangka emang susah. Salah satu caranya dengan membiasakan mengubah prasangka buruk jadi prasangka baik.
Navia Yu
Hola Mb Pur!
Iya sih ini yang perlu dibiasakan ya. Belajar mulai berprasangka baik…
Semoga aku juga bisa mengubah kebiasaan ini. π
Makasih dah berkunjung ya ^^
Hastira
kadang kebencian dimuali dari katanay padahal kiat gak tahu sebenarnya dan kita menjadi salah ya
Navia Yu
Itulah mb Hastira kadang terhasut juga dengar versi katanya ini yang padahal cuma persepsi dangkal orang lain juga tapi kitanya ikut-ikutan nganut deh. Hehehe kitanya juga salah kan ya π£
Aliazme
jadi ingat novel Jane Austen favorit saya Pride and Prejudice
Navia Yu
Aku juga punya loh novel itu dah lama, tapi belom dibaca-baca deh ada di rumah orang tua. Ntar mudik deh bikin misi baca novel favorit ibu ini π